Thursday, November 28, 2019

Sebagai pendengar



Assalamu’alaikum pembaca yang budiman. Hari sabtu kemarin aku pulang kampung lho, alhamdulillah aku masih di pertemukan dengan kedua orang tuaku yang sehat keadaanya. Bagaimana dengan minggu kalian? Apakah kalian yang sedang merantau sudah menghubungi orang tua kalian di rumah? Apakah sudah memastikan bahwa keadaanya baik-baik saja. Jika belum, baiknya segera menghubungi yaa.

Setelah sampai rumah aku disambut hangat oleh senyuman ibuku yang sedang menyapu rumah. Aku segera membereskan barangku dan segera mencari tempat ternyaman dirumah. Iya, aku ingin merebahkan badan, hehe. Agak lelah ya perjalanan dari Surabaya ke Bojonegoro. Seperti biasa, kalau aku pulang kampung, aku sempatkan berkunjung ke keluarga terdekat, memastikan keadaan mereka. Alhamdulillah masih di beri kesempatan Allah untuk berkunjung ke tetangga, ke keluarga dekat rumah.

Dan saatnya untuk balik ke Surabaya, aku balik naik kereta lagi guys. Setelah beberapa menit menunggu kereta tiba, aku bertemu banyak penumpang lainnya, dari nenek-nenek, ibu-ibu, remaja bahkan juga anak-anak kecil. Saat menit-menit teakhir kereta tiba, stasiun mendadak riuh, banyaknya penumpang menjadikanku semakin tak terlihat diantara mereka. Aku tertutupi oleh kesibukan stasiun kereta api.

Okey, saatnya aku naik kereta. Aku hanya mencari bangku yang kosong di antara deretan kursi yang aku lalui. Akhirnya ada bangku kursi kosong yang berlawanan arah ada bapak-bapak menduduki kursi itu sendirian, dan tidak lama kemudian ada mbah-mbah menghampiriku, dia sekarang duduk disebelahku. Dengan berjalannya waktu, bapak depanku bertanya dengan nenek tadi “mau turun mana?” dan nenek itu pun menjawab “turun di pasar turi.  Aku hanya diam dan menjadi pendengar.

Dan aku menyaut percapakan i  tu dengan spontan “turun pundi mbah? Pasar turi?” tanya ku. “iya pasar turi, la sampeyan?”  “tandes, kulo mboten angsal kursi mbah, mangke nek wonten tiang padosi kursine kulo pindah.” Jelasku ke mbah. “podo nduk, aku yo ora oleh kursi” mbah itu menjawab. Dan kita sama-sama ketawa “hahhaha”. Tiba-tiba bapak didepan kami menyaut “kulo nggih sering mboten angsal nomer kursi tapi ten kreta nggih lenggah terus mbah.” Dan kita bertiga ketawa kecil bersama di atas kreta “hahahaha” karena kami bertiga tidak dapat nomer kursi di tiket tapi kami dapat tempat duduk yang nyaman. Alhamdulillah .nikmat Allah.

Setelah beberapa saat kemudian, ada mas-mas yang cari tempat duduk, berhubung tempat dudukku kosong, bapak depanku menawarkan kursi itu ke mas-mas tadi. Dan mas tadi bersedia duduk di samping bapak tadi.

Mulailah dari sini aku berposisi sebagai pendengar. Aku yang sedang membaca novel “Hujan Matahari” dari penulis kondang, kurniawan gunadi, diam diam mendengarkan percakapan bapak-bapak tadi dan mas-mas tadi yang berada di depan pas tempat duduku. Sedangkan mbah-mbah sebelahku sedang terlelap tidur.

Setelah mas ini meletakkan tasnya diatas, dia memainkan handphonenya, ternyata dia sedang menyeting AC dikereta ini dengan gadget canggihnya itu. Dia memposisikan dirinya duduk nyaman di kursinya, dan bapak sebelahnya bertanya “mau turun mana mas?”  mas itu menjawab “ turun gubeng” seingatku seperti itu. Mulailah dari situ banyak pembicaraan yang mereka bicarakan.

Ternyata bapak itu sedang mau mengunjungi anaknya yang sedang sakit di rumah sakit surabaya, anak gadis bapak itu menderita penyakit diabetes dan ginjal, bapak itu terus bercerita kepada mas tadi. Sehingga mas tadi sepertinya semakin penasaran dengan bapak itu.

Aku hanya sebagai pendengar menghembuskan nafas panjang “Ya Allah, berikanlah bapak ini kekuatan” Aamiin,ucapku dalam hati.

Mas tadi bertanya lagi “La penyebab awal niku pripun pak, kok sampai sakit?”
 “penyebab awal nya apa pak, kok sampai sakit seperti itu? . 
bapak tadi menjawab “Ya, dulu itu sering minum-minuman bersoda, minum-minuman yang tidak sehat begitu mas, terus minum air putih e kurang.”

Mas tadi menjawab “ iya menawi niki cobaan njenengan pak, bade dinaikan derajat kaleh Allah.” “iya mungkin ini cobaan dari Allah pak, yang akan menaikkan derajat bapak.”

Bapak tadi menjawab “nggih mas, nggih, saya juga berusaha berdoa, yang penting anak saya sehat kembali.” Ujar bapak.


Adduuuuh, aku tersentuuh banget dengar percakapan bapak dan mas depan ku ini. Aku hanya pura-pura melihat buku yang aku pegang, kelihatanya membaca tapi tidak, aku sedang mendengarkan beliau-beliau ini berbicara. Lagi lagi percakapan itu belum selesai, banyak yang mereka perbincangkan. Aku hanya sebagai pendengar.

Mas itu ternyata memberikan solusi kepada bapak tadi, “sampun nyubi minum jinten cemeng kaleh madu pak putrine?” “sudah pernah coba minum jintem hitam dan madu pak putrinya?” tanya mas itu.  Dan bapak itu menjawab “belum mas, pripun?” bagaimna mas itu?” tanya bapaknya.

“iya pak, jadi Rasululllah sudah pernah berpesan kalu jinten hitam dan madu itu dapat menyembuhkan segala macam penyakit.”
“bagaimana mas cara minumnya?”
“iya bapak kasih kan aja beberapa jinten hitam di minuman putri bapak, teh atau apa ndak apa-apa, biasanya saya tak campurkan di teh pak, jintennya.”
“oh seperti itu...”
“lalu madunya mas? Madu apa?”
“ya seadanya pak, yang penting madu.”
“kan ada, madu hitam itu ya mas?”
“iya ada madu hitam pak, tapi menurut saya madu hitam itu keras pak.”

Mendengarkan perbincangan mereka yang semakin seru. Aku baru tahu guys, kalau selama ini madu itu ada macamnya ya, madu hitam ada juga ternyata. Oke, aku dapat pengetahuan baru dari percakapan mereka. Kita lanjutkan percakapan mereka yaa.

“nggih mas, makasih banyak ya sarannya, nanti saya coba cari jintenya dan madu.”
“iyaa pak, siapa tahu bisa membantu kesembuhan putri bapak.” Ujar mas-mas depanku yang akan merantau ke kalimantan meninggalkan anak semata wayang di rumah.
“kulo crito nggih pak,” “saya crita ya pak”. Ujar mas tadi ke bapak itu.
“iya monggo.”

“jadi dulu itu teman saya menderita penyakit kanker, sudah di vonis dokter masa hidupnya sudah tidak lama lagi. Dia mulai mendekatkan diri ke Allah, ya sholat dan lain-lain, pasti kalau di buat sholat itu waktu sujud itu sakit banget kepalanya katanya, tapi dia bilang ke saya pak, “walaupun sakit saat sholat ndak apa-apa, sholat kan perintah Allah, sesakit apapun tetap dijalani dengan ikhlas.” Ya Allah pak, jarak beberapa bulan begitu ada perubahan yang nyata, teman saya ndak jadi operasi kanker, karena kondisi badannya sudah membaik. Ya seperti itu ya pak, pelajaran yang harus kita ambil, memang mendekatkan diri pada Allah itu salah satu cara untuk mengobati segala macam penyakit.” Jelas mas itu ke bapak sampingnya.

Aku tetap masih sebagai pendengar. Tetap melihat buku, padahal mendengarkan.
Setelah itu bapak tadi bercerita tentang kesholihan anaknya. Yaaa lumrahlah ya, beliau begitu sayang dengan putrinya tadi.

Dan masih banyak cerita menemaniku di kereta menuju Surabaya. Mereka berdua tetap masih asik membicarakan sesuatu di depanku yang sedang memegang buku bacaan. 
Namun, tiba-tiba petugas kereta dari arah depanku berteriak kepada penumpang,

“Ini AC nya ada yang nyetting ya, awalnya ini bukan 16 derajat, makanya panas banget, beda dengan AC yang di luar kereta ini, semakin kecil derajatnya bukan semakin dingin tapi semakin panas. Hayo siapa yang merasa menyetting AC nya?” ujar petugas kereta.

Aku terdiam, ingatanku langsung menuju kejadian awal tadi, iya aku sudah tahu siapa pelaku penyetting AC ini. Sedangkan penumpang yang lain riuh karena kepanasan. “aduh, makanya panas banget yaaa, siapa  yang nyetting ya,..” ujar salah satu penumpang.

Aku mencoba diam, dan memperhatikan tingkah mas depanku itu. Dan petugas kereta pun bersuara lagi “minta tolong yang menyetting AC di kembalikan ke settingan awal, saya tidak akan merubah settingannya, yang nyetting ini Hp Xiomi, yang merasa silakan dikembalikan” kata petugas kereta. #UPS MAAP SEBUT MERK.

Dan mas tadi pura-pura tidak tahu, dan langsung mengalihkan fokusnya ditanya sesuatu hal lain di bapak sampingnya tadi, tanpa merasa bersalah. Seddihh bangetttt sih sederetan panas karena orang ini. Lho nin, kamu nggak tegur? Aduuuh mau negur gimana, orangnya aja no care sama perbuatannya, ketimbang aku tegur si mas tadi enggak ngaku, aku nya nanti yang malu, dan jadi ribut. Lebih baiik aku diam, lebih baik aku teruskan baca buku yang aku pegang. Dan lebih baik lagi doain mas-mas ini sadar kalu perbuatannya, walupun kecil dampaknya besar ke orang-orang. Iya kita jadi kepanasan, walaupun hanya beberapa deret kursi saja yang kena dampaknya.

Okay, mas dan bapak tadi masih meneruskan perbincangan mereka. Dan aku mulai tidak mendengarkan lagi. Tiba-tiba, bapak tadi memanggilku, “mbak boleh pinjam bolpoin?” dan aku jawab “apa pak,” bapak itu jawab “bolpoin mbak,”.. oh okee sebentar saya carikan.” Aku cari bolpoin di tas ranselku. Dan akhirnya ketemu. Bapak tadi pinjam bolpoin untuk mencatat nomer hp mas tadi. Oke setelah bolpoin itu di kembalikan kepadaku aku segera membereskan barang bawaanku. Tidak terasa aku sudah sampai distasiun tandes.

Alhamdulillah, perjalananku lancar. 
Dan aku pesan ojek online. Sampailah aku di Surabaya.

That’s all my short journey in train. Banyak hal yang aku dapat walaupun hanya sebagai pendengar.❤❤❤




0 comments:

Post a Comment