Melihat
sekitar
Assalamu’alaikum sahabat
pembaca yang baik, apa kabar kalian semua? Bagaimana hari-harimu di tahun 2019
ini? Pasti mengasikkan dan seru yaaa.... so sorry I haven’t post my story since
January, it was because i didn’t focus to make content for my blog. Kemaren itu
kebanyakan fokus di finishing bukuku pertama... Horeeeeee....
Akhirnya, Alhamdulillah dehh,
Allah mengizinkan aku merilis buku di tahun 2019. Dan sebelum cerita perjalanan
buat buku, aku mau berbagi kisahku saat aku satu bulan berada di Papua dibulan
januari kemaren insyaAllah ada makna yang perlu aku bagikan ke kalian, jadi
stay read my writing yaaa.
Oke aku mulai cerita, sebulan
setelah dari jogja tahun 2018, di bulan januari pertengahan aku diundang adik
sepupu untuk menghadiri acara pernikahannya yang diadakan di Papua. Wuih jauh
amat Nin? Iya, sebagian keluargaku memang berdomisili disana. Jadi aku kudu
kesana. Hehe
Sebelum aku sampai di bandara
OSOK, Papua selatan, ya pastinya aku sudah menghubungi keluarga yang berada di
papua untuk siap-siap menjemput kedatanganku di sana. Kali ini aku tidak
sendirian berangkatnya, aku bersama sepupu dari bulek aku yang ada di papua,
dia berencana bekerja di Papua. Perjalanan di atas pesawat sekitar 3 jam lebih,
antara surabaya dan papua. Karena aku pilih penerbangan yang langsung. Ya
lumayan lama ya di pesawat, hehe.
“Lalu nin, pelajaran apa yang
kamu dapat selama di Papua kemaren?”
Ya sabar teman-teman, ini masih
mau cerita, mau ngetik ini, hehe..
Walaupun ini bukan kali pertama
aku mengunjungi tanah Papua, kali ini durasi waktu aku tinggal disana lumayan
lama, sekitar satu bulan kurang 4 harian aku disana, jadi banyak hal yang aku
serap dan terima di sana, yang perlu aku renungkan. Yang bisa jadi nanti
menjadi pembelajaran kita semua dalam kehidupan.
Kalian pasti pernah
mendengarkan bahwa setiap daerah mempunyai karakter dan kebiasaan yang berbeda-beda
dalam menjalani kehidupan, dalam menghadapai segala sesuatu yang ada dalam
kesehariannya, iya memang iya. Tapi rasanya beda banget ketika aku merasakannya
sendiri perbedaan itu dalam kehidupan nyata, tidak lagi berpegang dalam tulisan
saja. Ini memang aku buktikan dan rasakan ketika bertempat tinggal di daerah
yang berbeda.
Saat di Papua, aku tidak hanya
bertemu dengan satu suku saja, aku bertemu berbagai suku yang ada di Indonesia.
Aku sendiri adalah suku jawa, di tempat tinggal keluargaku di Papua, ada yang
berasal dari suku bugis, ada yang suku daerah jawa barat, lupa namanya, suku
dayak, suku dari NTB, atau NTT, dan juga banyak suku asli dari Papua. Jadi aku
mengamati orang-orang yang dari suku berbeda tersebut, mulai dari bagaimana
mereka berkomunikasi dan menjalani kehidupan di sana.
Dari suku Papua sendiri, mereka
mempunyai kepala suku di sana, nama kepala suku yang ada di daerah situ adalah
Beni Wato, rumahnya dekat dengan tempat tinggal nenekku yang kebetulan aku
tinggali. Menurut informasi yang aku dapat, kepala suku bertugas untuk
mengerahkan anggota sukunya untuk mengadakan acara tertentu, menyelesaikan
konflik, dan mengatur adat istiadat yang dipegang teguh oleh suku
tersebut. Beda banget sama suku jawa ya,
kalau di kampungku biasanya yang memimpin ya kepala desanya.
Suku-suku yang lain selain yang
dari papua, harus menyesuaikan diri di sana, nggak boleh berlaku semaunya
sendiri, harus saling menghormati. Tapi ketika kepala suku papua sudah
memutuskan suatu hasil A, maka yang lain juga harus mematuhinya. Kata keluargaku
dulu awal tahun 90an memang seram tinggal disini, seram karena masyarakat
setempat masih keras banget wataknya dengan orang asing. Akan tetapi sekarang
sudah terbiasa, karena sudah lama di sini, sudah tahu watak orang sini.
Ya kalian tahu sendiri kan,
kalau orang jawa itu kebanyakan manut alias patuh, kebanyakan dari kita (orang
jawa) patuh saja ketika ada perintah apa, namanya juga orang paling ramah
seindonesia, katanya orang jawa.hehe. Ya begitulah ternyata di daerah papua
juga seperti itu, orang-orang jawa bisa beradaptasi
dengan orang papua, mereka bisa mengambil hati orang papua kalu mereka patuh
dengan aturan.
“Lho nin, aturannya apa sih orang papua itu?”
“banyaklah, mereka banyak
maunya ternyata.”
Misal ya, kalian baru pertama
kali Papua, jangan kaget ya kalau di jalan-jalan itu banyak babi, banyak anjing
berkeliaran, bahkan tidur-tiduran di tengah jalan. Masyarakat Papua sudah
sepakat dari awal, jika anjing ataupun babi yang di jalan-jalan itu tertabrak,
siapapun itu orangnya harus mengganti rugi dari perbuatannya, biasanya sih
bayar denda, bergantung besar kecil ukuran hewaannya, semakin besar hewan yang
di tabrak semakin tinggi harga dendanya, bahkan sampai jutaan. Padahal itu
hanya seekor babi dan anjing, kawan.
Nah kalau di Jawa, boro boro di
denda, terkadang ada kucing ketabrak saja, yang nabrak melarikan diri, uuuh,
kasian banget ya. Mungkin dari sini kita bisa lihat rasa empatinya orang Jawa
kurang akan kehadiran binatang-binatang sekitar, ya memang ada sih orang-orang
yang sayang banget sama binatang, tapi kebanyakkan orang di Jawa, apalagi di
kota, mereka lebih mengutamakan meninggalkan hewan yang ditabrak daripada harus
berhenti untuk menguburnya. Astagfirullahal’adzim.
Lanjut ya, lalu ketika enggak
bisa bayar denda ke pemilik binatang itu, maka boleh jadi akan di sidang dengan
kepala suku, katanya sih begitu. Adil banget ya sana itu. Dan teman-teman tahu?
Masyarakat Papua itu keras, kolot banget sifatnya. Kalau nggak dituruti apa mau
mereka, mereka akan main palang. Dikit dikit mau tawur.
Kemaren waktu disana, sempat
ada beberapa keluargaku yang bekerja di puskesmas bercerita puskesmas setempat
pernah di palangi kayu, di tutup oleh masyarakat sekitar, tidak boleh
beroperasi, karena obat yang diberikan tidak manjur katanya, mau nggak mau
harus bayar denda. Padahal ya, kalau di jawa, ketika kita sakit lalu berobat ke
puskesmas atau ke dokter kalau 3 hari tidak sembuh-sembuh ya kita bawah kerumah
sakit, atau periksa dilain dokter, kan begitu yaa? mereka tidak, mereka
cenderung menyalahkan obatnya yang keliru tidak sembuh-sembuh, dan minta ganti
uang denda.
Waah, beda banget ya sama
keadaan yang ada di jawa.
Eh
kawan, cerita diatas bukan untuk menyudutkan masyarakat disana ya, aku hanya
ingin menyampaikan kondisi real disana sesuai apa yang aku lihat dan rasakan. You
knowlah, kalau beda daerah beda kondisi masyarakatnya.
Dari
kejadian diatas kita bisa simpulkan ya teman-teman, kita harus benar-benar
menyadari bahwa setiap daerah mempunya karakter mereka masing-masing, dan kita
harus menghargainya. Inilah indonesia, yang bhineka tunggal ika. Sekeras apapun
masyarakat sana, tetapi mereka adalah satu bangsa dengan kita. seberbeda apapun
mereka dengan kita, kita adalah saudara untuk mereka. Mereka adalah salah satu
aset bangsa yang perlu digali potensi-potensi untuk memajukan tempat mereka. Yang
mana ini bukan hanya tugas pemerintah, tugas orang-orang yang merantau disana
juga untuk membantu masyarakat setempat untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Kita yang berada di pulau jawa
ini harus bersyukur banget hidup dengan orang-orang yang tidak banyak aturan
atau tuntutan adat istiadat, orang-orang dijawa masih bisa diajak diskusi jika
ada persoalan, orang-orang jawa menurutku lebih bisa diajak kompromi dan
berpikiran terbuka. Semoga dengan adanya perpindahan penduduk dan banyaknya
orang merantau di papua, semoga bisa membawakan dampak positif ke masyarakat
sekitar. Semoga kedepan papua bisa menjadi daerah yang kondusif dan saling
gotong royong.
We
are different but we are in the same nation, so we have sam mision right?
0 comments:
Post a Comment