Monday, May 13, 2019

We are different. (Berkunjung Ke Papua Kedua Kalinya)


Melihat sekitar

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik, apa kabar kalian semua? Bagaimana hari-harimu di tahun 2019 ini? Pasti mengasikkan dan seru yaaa.... so sorry I haven’t post my story since January, it was because i didn’t focus to make content for my blog. Kemaren itu kebanyakan fokus di finishing bukuku pertama... Horeeeeee....
Akhirnya, Alhamdulillah dehh, Allah mengizinkan aku merilis buku di tahun 2019. Dan sebelum cerita perjalanan buat buku, aku mau berbagi kisahku saat aku satu bulan berada di Papua dibulan januari kemaren insyaAllah ada makna yang perlu aku bagikan ke kalian, jadi stay read my writing yaaa.
Oke aku mulai cerita, sebulan setelah dari jogja tahun 2018, di bulan januari pertengahan aku diundang adik sepupu untuk menghadiri acara pernikahannya yang diadakan di Papua. Wuih jauh amat Nin? Iya, sebagian keluargaku memang berdomisili disana. Jadi aku kudu kesana. Hehe
Sebelum aku sampai di bandara OSOK, Papua selatan, ya pastinya aku sudah menghubungi keluarga yang berada di papua untuk siap-siap menjemput kedatanganku di sana. Kali ini aku tidak sendirian berangkatnya, aku bersama sepupu dari bulek aku yang ada di papua, dia berencana bekerja di Papua. Perjalanan di atas pesawat sekitar 3 jam lebih, antara surabaya dan papua. Karena aku pilih penerbangan yang langsung. Ya lumayan lama ya di pesawat, hehe.
“Lalu nin, pelajaran apa yang kamu dapat selama di Papua kemaren?”
Ya sabar teman-teman, ini masih mau cerita, mau ngetik ini, hehe..
Walaupun ini bukan kali pertama aku mengunjungi tanah Papua, kali ini durasi waktu aku tinggal disana lumayan lama, sekitar satu bulan kurang 4 harian aku disana, jadi banyak hal yang aku serap dan terima di sana, yang perlu aku renungkan. Yang bisa jadi nanti menjadi pembelajaran kita semua dalam kehidupan.
Kalian pasti pernah mendengarkan bahwa setiap daerah mempunyai karakter dan kebiasaan yang berbeda-beda dalam menjalani kehidupan, dalam menghadapai segala sesuatu yang ada dalam kesehariannya, iya memang iya. Tapi rasanya beda banget ketika aku merasakannya sendiri perbedaan itu dalam kehidupan nyata, tidak lagi berpegang dalam tulisan saja. Ini memang aku buktikan dan rasakan ketika bertempat tinggal di daerah yang berbeda.
Saat di Papua, aku tidak hanya bertemu dengan satu suku saja, aku bertemu berbagai suku yang ada di Indonesia. Aku sendiri adalah suku jawa, di tempat tinggal keluargaku di Papua, ada yang berasal dari suku bugis, ada yang suku daerah jawa barat, lupa namanya, suku dayak, suku dari NTB, atau NTT, dan juga banyak suku asli dari Papua. Jadi aku mengamati orang-orang yang dari suku berbeda tersebut, mulai dari bagaimana mereka berkomunikasi dan menjalani kehidupan di sana.
Dari suku Papua sendiri, mereka mempunyai kepala suku di sana, nama kepala suku yang ada di daerah situ adalah Beni Wato, rumahnya dekat dengan tempat tinggal nenekku yang kebetulan aku tinggali. Menurut informasi yang aku dapat, kepala suku bertugas untuk mengerahkan anggota sukunya untuk mengadakan acara tertentu, menyelesaikan konflik, dan mengatur adat istiadat yang dipegang teguh oleh suku tersebut.  Beda banget sama suku jawa ya, kalau di kampungku biasanya yang memimpin ya kepala desanya.
Suku-suku yang lain selain yang dari papua, harus menyesuaikan diri di sana, nggak boleh berlaku semaunya sendiri, harus saling menghormati. Tapi ketika kepala suku papua sudah memutuskan suatu hasil A, maka yang lain juga harus mematuhinya. Kata keluargaku dulu awal tahun 90an memang seram tinggal disini, seram karena masyarakat setempat masih keras banget wataknya dengan orang asing. Akan tetapi sekarang sudah terbiasa, karena sudah lama di sini, sudah tahu watak orang sini.
Ya kalian tahu sendiri kan, kalau orang jawa itu kebanyakan manut alias patuh, kebanyakan dari kita (orang jawa) patuh saja ketika ada perintah apa, namanya juga orang paling ramah seindonesia, katanya orang jawa.hehe. Ya begitulah ternyata di daerah papua juga seperti itu,  orang-orang jawa bisa beradaptasi dengan orang papua, mereka bisa mengambil hati orang papua kalu mereka patuh dengan aturan.
 “Lho nin, aturannya apa sih orang papua itu?”
“banyaklah, mereka banyak maunya ternyata.”
Misal ya, kalian baru pertama kali Papua, jangan kaget ya kalau di jalan-jalan itu banyak babi, banyak anjing berkeliaran, bahkan tidur-tiduran di tengah jalan. Masyarakat Papua sudah sepakat dari awal, jika anjing ataupun babi yang di jalan-jalan itu tertabrak, siapapun itu orangnya harus mengganti rugi dari perbuatannya, biasanya sih bayar denda, bergantung besar kecil ukuran hewaannya, semakin besar hewan yang di tabrak semakin tinggi harga dendanya, bahkan sampai jutaan. Padahal itu hanya seekor babi dan anjing, kawan.
Nah kalau di Jawa, boro boro di denda, terkadang ada kucing ketabrak saja, yang nabrak melarikan diri, uuuh, kasian banget ya. Mungkin dari sini kita bisa lihat rasa empatinya orang Jawa kurang akan kehadiran binatang-binatang sekitar, ya memang ada sih orang-orang yang sayang banget sama binatang, tapi kebanyakkan orang di Jawa, apalagi di kota, mereka lebih mengutamakan meninggalkan hewan yang ditabrak daripada harus berhenti untuk menguburnya. Astagfirullahal’adzim.
Lanjut ya, lalu ketika enggak bisa bayar denda ke pemilik binatang itu, maka boleh jadi akan di sidang dengan kepala suku, katanya sih begitu. Adil banget ya sana itu. Dan teman-teman tahu? Masyarakat Papua itu keras, kolot banget sifatnya. Kalau nggak dituruti apa mau mereka, mereka akan main palang. Dikit dikit mau tawur.
Kemaren waktu disana, sempat ada beberapa keluargaku yang bekerja di puskesmas bercerita puskesmas setempat pernah di palangi kayu, di tutup oleh masyarakat sekitar, tidak boleh beroperasi, karena obat yang diberikan tidak manjur katanya, mau nggak mau harus bayar denda. Padahal ya, kalau di jawa, ketika kita sakit lalu berobat ke puskesmas atau ke dokter kalau 3 hari tidak sembuh-sembuh ya kita bawah kerumah sakit, atau periksa dilain dokter, kan begitu yaa? mereka tidak, mereka cenderung menyalahkan obatnya yang keliru tidak sembuh-sembuh, dan minta ganti uang denda.
Waah, beda banget ya sama keadaan yang ada di jawa.
Eh kawan, cerita diatas bukan untuk menyudutkan masyarakat disana ya, aku hanya ingin menyampaikan kondisi real disana sesuai apa yang aku lihat dan rasakan. You knowlah, kalau beda daerah beda kondisi masyarakatnya.
Dari kejadian diatas kita bisa simpulkan ya teman-teman, kita harus benar-benar menyadari bahwa setiap daerah mempunya karakter mereka masing-masing, dan kita harus menghargainya. Inilah indonesia, yang bhineka tunggal ika. Sekeras apapun masyarakat sana, tetapi mereka adalah satu bangsa dengan kita. seberbeda apapun mereka dengan kita, kita adalah saudara untuk mereka. Mereka adalah salah satu aset bangsa yang perlu digali potensi-potensi untuk memajukan tempat mereka. Yang mana ini bukan hanya tugas pemerintah, tugas orang-orang yang merantau disana juga untuk membantu masyarakat setempat untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Kita yang berada di pulau jawa ini harus bersyukur banget hidup dengan orang-orang yang tidak banyak aturan atau tuntutan adat istiadat, orang-orang dijawa masih bisa diajak diskusi jika ada persoalan, orang-orang jawa menurutku lebih bisa diajak kompromi dan berpikiran terbuka. Semoga dengan adanya perpindahan penduduk dan banyaknya orang merantau di papua, semoga bisa membawakan dampak positif ke masyarakat sekitar. Semoga kedepan papua bisa menjadi daerah yang kondusif dan saling gotong royong.

We are different but we are in the same nation, so we have sam mision right?


0 comments:

Post a Comment